Assalaamu'alaykum warohmatullaahi wabarokaatuh....
Fiuuh.....alhamdulillaah bisa juga menghadap PC dan menulis kembali di blog ini, dan yang paling penting bisa berbagi hikmah dengan teman-teman semua.
Yap, sekitar 2,5 bulan yang lalu, kami sekeluarga mengadakan acara "pulang kampung" ke Indonesia, dalam rangka mengunjungi orang tua dan mempererat silaturahmi dengan sanak keluarga. Memang sudah menjadi kebiasaan di Riyadh, ketika tiba masa akhir belajar di Lembaga Pendidikan, pemerintah akan memberi kesempatan untuk "beristirahat" (baca:libur) selama dua bulan, termasuk didalamnya suami saya yang kala itu statusnya masih mahasiswa di salah satu universitas di sini. Masa panjang ini, biasa digunakan oleh orang-orang non-Saudi untuk kembali ke negaranya masing-masing dalam rangka lepas rindu dengan keluarga. Ada juga yang melangsungkan pernikahan, atau mencari sambilan di negara lain, dan hal-hal lain yang bisa dilakukan dan mendatangkan keuntungan baik dari segi materi ataupun ruhani.
Kesempatan libur kali ini, adalah kesempatan pertama bagi anak saya, Rumaisha untuk mengenal Tanah Airnya. Mengingat ia lahir di Riyadh, dan selama 14 bulan hanya mengenal negeri ini saja. Ada perasaan khawatir dalam diri saya dengan kepulangan kali ini, karena saya banyak mendengar pengalaman Ibu-Ibu yang pulang ke Indonesia membawa anak yang lahir dari Riyadh. Ada yang berkata,"Biasanya anak Riyadh suka cepet sakit, anak saya minum es yg dijual tukang-tukang yang lewat itu langsung sakit, tapi anak Indo gak sakit, koq bisa ya....?", yang lain berkata, "Nyamuk Indo itu senang sama anak Riyadh, soalnya darahnya manis-manis, anak saya kena DBD sepulangnya ke Indonesia." Hiaaaaaah.....
Ya Robbi...Laa Haulaa wa Laa Quwwata Illaa Billaah....Bismillah, luruskan niat saja....Toh kita juga mau ibadah, mau mengunjungi orang tua dan bersilaturahmi...Semoga dimudahkan Ya Allah...
Di Bandara King Kholid (Bandara Internasional di Riyadh), menunggu pesawat, saya duduk dengan Rumaisha di tempat duduk khusus Akhwat (di planknya sih begitu), namun melihat beberapa ikhwan yang duduk dengan santainya di daerah itu. Saya mau tegur agak segan juga, dan khawatir juga karena teringat pesan suami saya untuk tidak berbicara dengan lelaki ajnabi di negeri ini. Ya sudahlah...saya diamkan saja. Selang beberapa saat, ada polisi bandara, yang menegur pria-pria itu. Akhirnya para pria itu pergi sambil membersihkan sisa-sisa makan mereka disitu. Alhamdulillaah....beginilah negeri ini, walaupun ada sebagian orang yang menghina negeri Islam ini, tapi sisi-sisi perlindungan bagi wanita di sini, belum pernah saya temukan di tempat-tempat yang saya kunjungi. Jadi terbetik dalam hati, bagaimana dengan negara yang menggembor-gemborkan istilah "lady first" itu? hmm....
Menaiki pesawat menuju Singapura (kami menaiki pesawat Singapore Airline), total perjalanan sekitar 10 jam ditambah transit di Dubai selama 1 Jam. Sesampainya di Singapura, kami disambut oleh pihak keluarga (dari keluarga suami saya). Tiga hari mengelilingi Singapura, kesan saya, Singapura adalah negara "tanpa" Sumber Daya Alam, yang memiliki tingkat perekonomian jauh lebih tinggi dari negara yang "kaya" Sumber Daya Alam. Kami diajak ke daerah sekitar "Singapore Marina Bay", reaksi kami? terkagum-kagum serta terkaget-kaget, hehehe....why? Pertama kagum, ketika melihat dari jauh, masyaALLAH megah dan bagus bangeet...bisa-bisanya mereka membangun gedung-gedung nan indah diatas daratan yang asalnya adalah laut, ya...Mertua saya bilang tanah di Singapura ini diambil dari negeri kita (beliau mengucap salah satu daerah yaitu Riau. Hoo...."rada-rada bagaimana gitu ya..." tapi ya memang bagus....Sumber Daya Manusia mereka,memang mendukung...ini pelajaran buat kita, "kualitas manusia merupakan modal yang lebih utama dari pada kekayaan alam, walaupun kesinergisan antara keduanya bisa mendatangkan hasil yang lebih baik." Mengapa saya katakan begitu? Karena rata-rata barang yang berada di Singapura ini merupakan barang impor, mereka jarang memiliki barang khas negara sendiri. Yang saya lihat, mereka memusatkan pada aspek pariwisata, dan mengundang wisatawan asing ke negara mereka...kebayang gak sih negara "tanpa" SDA, mengandalkan aspek pariwisata....yah...itu namanya KERJA KERAS!!! Melalui kerja keras, mental yang kuat, dan berani menghadapi resiko, mereka bisa maju.
Hanya satu yang sayang dari Singapura, terutama dari sisi keagamaan, ini yang membuat kami terkaget-kaget. Ketika tiba di Marina Bay itu, hampir semua wanita terlihat bagian "atas" dan "bawah". Banyak pasangan muda-mudi yang bercumbu di meja-meja terbuka di beberapa kafe, secara terang-terangan. Musik berdentuman keras. Innalillaahi wa inna ilaihi rooji'un, saya paham mungkin ini hal biasa bagi mereka, dan mungkin bagi sebagian penduduk Indonesia. Tapi mungkin karena sekitar 2 tahun saya tinggal di Saudi, tidak pernah melihat seperti ini, saya terkaget-kaget, hati saya sedih, marah, dan cemburu. Hahaha...ya...rasanya saya cemburu, bukan saya ingin seperti mereka, tapi saya kasihan dengan suami saya, hehehe...Susah sekali beliau menjaga pandangan. Lihat kanan salah, lihat kiri salah, lihat bawah, jalannya tak terlihat, kasihannya....untungnya kami hanya sebentar di daerah tersebut dan beranjak mencari makan.
Kalau saya lihat dunia mereka saya kagum, namun ketika saya melihat kondisi keagamaan mereka, saya miris, yah memang susah mencari negara ideal, yang mapan kedua-duanya.
Tiga hari di Singapura...akhirnya kami terbang ke Indonesia, mengunjungi rumah orang tua saya, mertua saya, dan saudara-saudara saya. Alhamdulillah sempat juga bertemu dengan kawan-kawan lama, yang tentunya sudah banyak perubahan.
Sesampainya di rumah mertua, saya dikenalkan oleh tetangga mertua saya, yang memiliki keahlian dalam bekam. Memang saya pernah katakan pada mertua, bahwa saya tertarik untuk belajar bekam. Akhirnya kami saling berkenalan dan ibu ini bersedia mengajarakan saya bekam. Sebuah kalimat yang membuat saya tertarik dengan bekam dan tertarik belajar dengan ibu ini adalah, beliau berkata, "dimanapun kamu berada, harus ada ilmu yang kamu dapat, harus ada yang kamu dapat dari tempat itu." Memang bisa dikatakan beliau termasuk orang yang sering pindah menyesuaikan dengan penempatan tugas suaminya. Beliau bercerita bahwa di setiap tempat yang suaminya ditugaskan disana, dia akan berusaha mengambil pelajaran di tempat tersebut. Bahkan belajar bekam pun di saat suaminya ditugaskan di tempat tersebut. Ketika pindah ketempat lain, beliau mengambil pelajaran akupunktur, kemudia pelajaran tahsin dan tajwid, kemudian mencoba membuka praktek bekam dan akupuntur, dan banyak lagi yang beliau lakukan setiap suaminya ditugaskan di tempat baru. Beliau juga berkata, " kalau dalam dirimu ada ilmu, maka kamu akan PD mau pergi kemana saja."
Hmm...kata-kata beliau sangat berbekas di hati saya, pertemuan dengan beliau singkat, namun kisah hidup beliau memberi pelajaran yang berharga buat saya. Heheh...yah..ada semangat lagi yang timbul dalam hati saya untuk terus belajar, dan belajar, dimanapun, sampai kapanpun, dan tak pernah puas dengan apa yang disebut ilmu. Jangan pernah lemah untuk terus berusaha, jangan pernah menyerah untuk melatih kreatifitas, tetap fokus melihat semua kesempatan, dan tidak pernah menyiakan kesempatan yang datang, yang mungkin tak akan pernah datang lagi untuk kedua kalinya.
Akhir dari waktu libur kami di Indonesia, alhamdulillah ada yang bisa diambil dan dipetik pelajaran darinya. Rasa kecewa yang dirasa ketika harus pulang ke Indonesia dan tidak bisa beraktifitas seperti biasa (di Saudi) karena keterbatasan sarana dan prasarana, bergantikan dengan pelajaran berharga yang kembali membangkitkan semangat. Alhamdulillaah ya Allaah...semoga semangat ini tetap bersemayam di jiwa ini, dan tetap mengiringi langkah memetik setiap ilmu dimanapun dan kapanpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar