Terenyuh saya membaca kisah ini, seketika saja rasa kagum menyelimuti hati ini, dan berucap MasyaALLAH...
Baru saja saya bingung dengan tingkah anak saya, dan menyerunya dengan nada tinggi. Ada rasa kesal dalam hati saya melihat pola tingkahnya yang tidak sesuai dengan yang saya ingingkan. Lalu ketika anak-anak tertidur, saya coba membuka jejaring sosial, dan mendapati kisah ini didalamnya:
::: KISAH NYATA SEORANG WANITA MULIA :::
Mengantar 15 Anaknya dengan Modal Ikhlas
====================
Jika ukurannya gelar akademis, Mulia Kuruseng termasuk orang yang sukses dalam mendidik
anak. Janda beranak 15 ini berhasil mengantarkan anak-anaknya menggapai gelar sarjana, ada yang
profesor, doktor, master, insinyur, dan letnan. Sejak tahun 1985, Mulia menjadi single parent
(orangtua tunggal) bagi 15 anaknya. “Saya berfungsi sebagai ibu sekaligus bapak,” ungkapnya
bersemangat. As’ad, sang suami, meninggal pada Oktober 1985 akibat penyakit hipertensi dan jantung.
As’ad seorang pedagang kain, pakaian jadi, dan sarung Bugis di Pare Pare (Sulawesi Selatan).
Waktu itu, As’ad termasuk seorang pengusaha yang sukses. Omset usahanya tiap bulan
mencapai Rp 100 juta.
Mulia bukan seorang guru apalagi bergelar sarjana, tapi hanya tamatan SD. As’ad pun cuma
tamat SMA. “Saya menikah saat kelas II Muallimin, saya hanya punya ijazah SD,”
kenangnya.
Bagaimana bisa ibu rumah tangga ini sukses mengantar 15 anaknya meraih berbagai gelar
akademis? Wartawan Hidayatullah menyempatkan diri untuk berbincang-bincang
dengan nenek dari 24 cucu ini di kediamannya, Jl Matahari No 20 Pare-Pare.
===================================
~~ >> Bagaimana perasaan Anda dalam membesarkan 15 anak sendirian?
Saya tidak pernah mengeluh. Saat itu saya tidak berpikir bagaimana nanti. Saya nekad saja.
Alhamdulillah, Allah selalu berikan saya rezeki sedikit demi sedikit.
~~ >> Apa saja yang Anda lakukan?
Saya berusaha melanjutkan usaha Bapak. Kan Bapak punya kios, ada barangnya. Dulu Bapak
berhasil. Tetapi saat meninggal, semua piutang tersendat.
Saya sampaikan kepada anak-anak agar tetap melanjutkan sekolah. Jangan ada yang berpikir
putus sekolah. Kan masih ada Tuhan.Alhamdulillah, itu semua terwujud. Waktu itu yang
bungsu berusia tiga tahun.
~~ >> Bagaimana dengan anak-anak yang masih kecil waktu itu?
Kebetulan waktu itu anak yang kedua (Suryani) dan ketiga (Indriyati) sudah menikah. Indriyati
sebenarnya belum selesai kuliah, tapi dia sudah menikah. Merekalah yang banyak membantu saya
mengurus adik-adik. Merekalah yang men-support adik-adiknya untuk maju sekolah.
~~ >> Apa yang paling Anda tekankan dalam mendidik anak-anak?
Prinsip saya mendidik anak-anak ada tiga hal, yaitu ikhlas, jujur, dan sabar. Kejujuran saya
tanamkan sejak mereka kecil, ini turunan dari kakeknya. Kami dulu dididik untuk senantiasa
jujur. Jika ada makanan di meja, tidak ada yang langsung mau makan, harus dibagi dulu. Jika ada
uang di meja, mereka berteriak mencari siapa yang punya. Jadi, di rumah ini tidak pernah terjadi
kehilangan uang.
~~ >> Dengan 15 anak, untuk bersikap sabar tentu berat ya. Pernahkah Anda memukul atau
mencubit mereka?
Saya tidak pernah memukul mereka. Contohnya, si bungsu pernah mogok makan. Gara-garanya
minta dibelikan sepeda motor karena temannya semua sudah beli motor. Saya tidak marah. Saya
hanya bersabar. Tiba-tiba temannya yang punya motor tabrakan dan meninggal dunia. Saya
sampaikan kepada dia, “Saya sayang kamu Nak.” Apalagi memang saya tidak punya uang.
Saya selalu mengeluarkan bahasa-bahasa yang sopan. Mereka tidak pernah dipukul, juga tidak
pernah dibentak. Jika ada yang salah, saya tegur saat dia lagi sendiri agar tidak tersinggung, di saat
adik atau kakaknya tidak ada.
Jika ada yang mau saya tegur, saya carikan waktu khusus. Karena jika anak nakal satu, bisa jadi nakal
semua. Saya selalu ingatkan dengan bahasa sopan. Anak-anak ini semua (sambil menunjuk
foto-foto mereka) tidak ada yang pernah kena cambuk.
Kalau marah sama mereka, saya pergi wudhu kemudian shalat sunah. Nanti setelah tenang baru
saya nasihati mereka.
(Hasmi As’ad (4 , anak sulungnya, mengaku belum pernah merasakan kerasnya tangan ibunya. “Saya
kira adik-adik juga begitu,” kata dokter yang kini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah
Selatan.
Kalau marah, katanya, sang ibu biasanya diam.“Baru beberapa saat kemudian Ibu bicara,” ujarnya.)
~~ >> Bagaimana menanamkan keikhlasan?
Saya tidak pernah berpikir untuk mendapat gantinya, atau anak-anak membalas jasa-jasa
saya. Tidak, saya betul-betul ikhlas.
Saya juga tekankan pada mereka untuk ikhlas dalam memberi. Jika saya minta mereka
membantu adik-adiknya, harus betul-betul ikhlas, jangan dipaksakan. Saya bilang kepada yang
punya istri, jangan bebani istrimu. Jika tidak setuju, jangan dilakukan. Tetapi justru menantu-
menantu yang paling dulu memberi. Mereka bilang, “Kami ikhlas.”
(Keluarga ini punya kebiasaan saling membantu, bila saudaranya yang lain memerlukan dana.
Contonya saat Sumarni (anak ke-14) mau beli mobil, Mulia menghubungi anak-anaknya yang
lain. Akhirnya mereka patungan, ada yang memberi Rp 5 juta, Rp 10 juta, sehingga
terkumpul 70 juta untuk beli mobil).
~~ >> Dalam hal ibadah, bagaimana Anda mendidik anak-anak?
Saya tidak pernah menyuruh mereka untuk shalat, tetapi saya harus mencontohkannya. Saya dulu
yang kerjakan, baru kemudian saya suruh mereka. Kita tidak bisa suruh anak-anak sebelum kita
mencontohkannya.
Untuk kesehariannya, saya melarang anak-anak memasukkan urusan-urusan di luar ke dalam
rumah, termasuk juga dalam berbahasa. Bahasa yang tidak dipakai di rumah dilarang masuk ke
dalam rumah. Bahasa di luar dipakai di luar saja, tidak boleh masuk ke dalam rumah.
Dalam hal ruhani, kebetulan saya bertetangga dengan KH Abdul Pa’baja (ulama besar di Pare
Pare). Beliau juga yang banyak membantu menanamkan nilai-nilai moral pada anak-anak. Di
sinilah terbentuknya fondasi anak-anak.
~~ >> Semua anak Anda bergelar sarjana, apakah memang ditekankan soal ilmu?
Oh, tidak. Saya cuma tekankan bahwa siapa yang tidak sekolah ayo bantu ibu. Akhirnya mereka
semua mau sekolah. Saya juga buat persaingan di antara mereka. Saya tidak pernah secara langsung
menekankan mereka untuk sekolah, saya hanya buat persaingan. Siapa yang rangking I akan lebih
tinggi hadiahnya daripada yang rangking II. Jadi, mereka terus berlomba. Mereka rata-rata
rangking satu, dan SD-nya lima tahun.
Saya tidak pernah menyogok, baik ketika anak- anak sekolah ataupun mencari pekerjaan.
Rezeki itu datangnya dari Allah, tidak perlu disogok. Insya Allah, di rumah ini bersih. Untuk
bekerja, anak-anak bilang, “Saya tidak usah bekerja jika harus menyogok.”
~~ >> Mengapa tidak berpikir untuk menikah lagi?
Wah, siapa yang mau mengurus anak sebanyak ini? He…he…. Yang jelas sejak suami meninggal,
saya berjanji untuk melanjutkan perjuangannya dengan menyekolahkan anak-anak. Bahkan saya
pernah bersumpah untuk itu, saat suami saya di rawat di rumah sakit.
~~ >> Apa aktivitas Anda sekarang?
Saya di rumah saja, kadang ke pasar jaga toko, itu pun tidak serius. Saya hanya duduk, berdzikir, dan
mengaji. Jika di toko, saya kadang menghabiskan dua juz dari pagi hingga Dhuhur.* (Sarmadani,
Makasar/hidayatullah.com
)
***
Nama-nama anak Hj Mulia Kuruseng:
1. Dr Hasmi As’ad (4 , alumnus Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanudin (Unhas), saat
ini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah
Sulawesi.
2. Prof DR dr Hj Suryani As’ad, MSc, SpGK (46),
profesor muda di Fakultas Kedokteran Unhas.
3. Dr Indriyati As’ad (44), MM. Dokter umum di
LNG Bontang (Kalimantan Timur), meraih gelar
master dari Universitas Mulawarman, Samarinda.
4. Dr Imran As’ad, SpD (42), dokter spesialis
penyakit dalam alumnus Unhas, bertugas di
Luwuk.
5. Ir Siswana As’ad (40), bekerja di Kantor Poleko
Group, Makassar.
6. Ir Solihin As’ad, MT (39), sedang melanjutkan
S-3 di Austria.
7. Wahidin As’ad (37), drop-out Fakultas Ekonomi
Unhas, pengusaha sukses di Makassar.
8. Ir Suriasni As’ad (37), arsitek dari Unhas,
kontraktor.
9. Ir Nurrahman As’ad, MT (34), alumnus ITB,
dosen di Universitas Islam Bandung (Unisba).
10. Ir Rahmat Hidayat, MS (33), master dari ITB,
kini sedang menempuh studi doktor di Jepang.
11. Ir Jabbar Ali As’ad (31), dosen Sekolah Tinggi
Teknologi (STT) Baramuli Kabupaten Pinrang.
12. Munir Wahyudi, SE, Ak, MM (29), magister
dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung,
dosen beberapa perguruan tinggi di Bandung.
13. Ir Muhammad Arif As’ad, MM (27), alumnus
Fakultas Teknik UGM, gelar masternya dari ITB,
saat ini bekerja pada PT Indika Entertaimen
Jakarta.
14. Sumarni Aryani As’ad, SKed (26), alumnus
Fakultas Kedokteran Unhas.
15. Letda Kurnia Gunadi (24), alumnus Akademi
Angkatan Laut, Surabaya.
Sumber di sini
MasyaALLAH...ya ALLAH...ajarkan kami para ibu untuk ikhlas....afrigh 'alynaa shobroo ya Rabb...Allaahumma aamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar